Pembaptisan Dalam Adat Dayak Ma’anyan

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan atas kebaikan Allah yang Mahabaik,karena telah menyertai penulis dalam proses pembuatan paper ini dari awal sampai selesai. Adapun maksud pembuatan paper ini penulis ingin lebih mengerti dan memahami tentang adat dan budaya dari dayak Ma’anyan yaitu Itaruk Kasai/ tamping tawar. Disamping itu juga untuk memahami tugas mata kuliah Liturgi Inisiasi.

Dengan adanya penulisan paper ini semakin mengembangkan wawasan penulis tentang pemahanan akan budaya dari Dayak Ma’anyan. Terimakasih pula,penulis ucapkan kepada semua pihak yang ikut mendukung dalam proses penulisan paper ini hingga selesai. Penulis menyadari dalam penulisan paper ini banyak kesalahan dan kekurangan,untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan paper ini.

Akhirnya semoga penulisan paper ini dapat membantu pembaca untuk mengetahuai dan semakin memahami tentang budaya dari Dayak Ma’anyan tentang Itaruk Kasai / Tampung Tawar .

 

Palangka Raya,       April 2012

 

Penulis

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

  • Latar belakang

Mengingat dewasa ini ada banyak kalangan muda yang belum memahami dan menghayati sebagaimana mestinya akan adat dan budaya khususnya budaya dari Dayak Maanyan. Kebudayaan salah satunya Itaruk Kasai / Tampung Tawar yang sering dipakai dalam acara Ngumpe Sawuh( membuang penyakit ) yakni memerciki anak yang baru lahir menggunakan air,dengan tujuan membuang penyakit yang ada dalam dirinya,dan air itu juga sekaligus sebagai lambing bahwa ia telah menjadi warga baru dan diterima didalam masyarakat itu. Rasa cinta akan kebudayaan itu ini sudah dipercayakan sejak turun temurun di dalam masyarakat dayak Maanyan, karena sebenarnya adat ini mempunyai nilai yang cukup besar.

Bila kebudayaan itu benar-benar dihayati dan di hidupkan dalam suatu masyarakat maka budaya Itaruk Kasai / Tampung Tawar akan terjaga dengan baik dan tidak mungkin punah. Oleh karena itu saya mengangkat kembai budaya ini sebagai judul Paper Antropologi,sehingga dengan ini dapat membantu pihak lain betapa pentingnya budaya itu dipelihara dan selama itu masih mempunyai nilai yang positif dalam masyarakat dan dipakai dalam ritual keagamaan.

  • Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

  1. Dari manakah asal usul Itaruk Kasai / Tampung Tawar ?
  2. Apa sajakah yang diperlukan dalam ritual Itaruk Kasai / Tampung Tawar itu ?
  3. Apa hubungan Itaruk Kasai / Tampung Tawar dengan Liturgi inisisasi yang berkitan dengan Pembaptisan/permandian?
    • Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan tentang Natas Banyang ini adalah sebagai berikut :

  1. Bagi penulis : menambah pengalaman,wawasan dan pemahaman akan budaya dayak Maanyan tentang Itaruk Kasai / Tampung Tawar
  2. Bagi pembaca : menjadi bahan acuan,dan pengetahuan dasar akan budaya dayak Maanyan tentang Itaruk Kasai / Tampung Tawar
    • Manfaat penulisan
  3. Bagi pembaca untuk menambah pengetahuan,wawasan akan kebudaaan tentang Itaruk Kasai / Tampung Tawar
  4. Bagi penulis sebagai pengalaman yang berharga,menambah wawasan dan pemahaman akan kebudayaan tentang Itaruk Kasai / Tampung Tawar.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

KAJIAN TEORI

 

Itaruk Kasai / Tampung Tawar

  • Asal usul Itaruk Kasai / Tampung Tawar

Itaruk Kasai / Tampung Tawar adalah sebuah ceritera yang berasal dari daerah yang bernma Nansarunai. Disana ada seorang anak seorang tunggal yang dilahirkan hasil perkawinan antara Datu Sialing dengan Dara Sialing,mereka yang baru mendapatkan keturunan karena bertapa atau meminta bantuan daru kekuatan alam.

Keluarga yang baru mendapatkan anak atau keturunan tentu sangat bahagia namun anak mereka itu setelah beberapa bulan lahir terus menerus sakit. Kemudia karena pada zaman dulu sangat lemah atau mungkin masih belum ada pengetahuan tentang dunia kedokteran,maka salah satu cara tradisional yang dipaki yakni dengan menemui Belian Wadian yang juga disebut dengan orang pintar. Seorang belian yang sangat terkenal dengan ilmu gaibnya,dan tak jarang penyakit dari orang orang yang mereka obati itu sembuh. Salah satu cara tradisional dari seorang Belian yang pernah dijumpai adalah Miantah (bahasa Maanyan) yakni beliung yang diikat pada parang kemudian itu digoyang sambil mengucapkan manteranya dan dupa yang dibakar didalam suatu mangkok yang berisi gaharu sebagai pelengkapnya kemudian belian itu berbicara dalam bahasanya sendiri yang saya sebut dengan bahasa roh,karena tatabahasanya yang dia sendiri juga tidak tau namun bahasa itu muncur dibawah alam sadarnya ketika ia berjumpa dengan sahabatnya dialam gaib.

Peran seorang Belian itu sangat terkenal didalam suatu masyarakat selain Ia bisa menyembuhkan penyakit orang lain namun Ia juga disegani karena juga biasanya juga sebagai kepala suku atau kepala adat di dalam suatu masyarakat itu. Meskipun dari intelektual mereka masih lemah namun nilai kebudayaan itu sangat dijunung tinggi, karena ada banyak tatacara atau norma yang berlaku didalam suatu masyarakat itu yang mengatur individu atau kelompok didalam masyarakat itu.

Itaruk Kasai / Tampung Tawar yang dilakukan ini adalah untuk Ngumpe Sawuh (bahasa Maanyan) dari si anak yang baru lahir dengan tujuan membuang segala penyakit yang menimpa anak itu. Ngumpe Sawuh yakni memerciki anak yang baru lahir menggunakan air,dengan tujuan membuang penyakit yang ada dalam dirinya,dan air itu juga sekaligus sebagai lambing bahwa ia telah menjadi warga baru dan diterima didalam masyarakat itu.

Biasanya ketika sianak yang baru lahir itu tidak diadakan Itaruk Kasai / Tampung Tawar maka ia akan sering sakit. Oleh karena itu seorang Belian / Wadian mengatakan bahwa hal itu harus diadakan ,karena pada hakekatnya budaya ini juga memepunya nilai yang positif bagi sianak dan juga bagi keluarganya.

  • Bahan-bahan yang diperlukan didalam upacara Itaruk Kasai / Tampung Tawar

Bahan-bahan yang disediakan,yakni :

  1. Air kelapa muda dan kelapa bulat yang sudah tua dan sudah dikupa kulitnya.
  2. Kemenyan atau gaharu yang sudah diperhalus yang memang sudah di sediakan sebagai upcara ritual itu.
  3. Daun kayu hidup dan yang mati.
    • Bahan tambahan yang juga perlu disediakan sebagai pelengkap upacara/ritual
  4. Telur ayam kampung
  5. Darah ayam kampung
  6. Beras biasa dan beras ketan/ beras pulut / weah dite
  7. Piring putih yang polos
  8. Uang logam dan uang kertas
  9. Gula merah
    • Makna atau nilai dari stiap bahan yang menjadi syarat dalam upacara / ritual itu
  10. Air Kelapa adalah sebuah alat dan sarana yang diyakini dan dipercaya sebagai pembersih dari setiap kotoran yang ada. Air adalah hal yang utama dipakai karena dengan itu orang dibersihkan dari segala yang kotor noda.
  11. Kayu Hidup yang melambangkan kekuatan,pertumbuhan dan permohonan kepada Yang Maha Tinggi ( Tuhan ) agar dengan harapan anak itu dapat tumbuh sehat,panjang umur dan berguna bagi banyak orang serta menjadi panutan / contoh yan baik bagi banyak orang.
  12. Kayu Mati yang melambangkan permohonan agar penyakit yang dialami / diderita oleh si akan itu dapat hilang atau disembuhkan.

Dalam pelaksanaan Itaruk Kasai / Tampung Tawar ini ada bahaan tambahan lain yang juga menjadi syarat dalam pelaksanaan upacara ritual ini,karena ada ketentuan yang memang harus dipenuhi dan itu sudah menjadi dasar dan syarat utama daam setiap ritual yang diadakan.

Selain dari itu setiap bahan yang menjadi syarat dalam pelaksanaan upacara ritual itu mempunya makna atau nilai masing-masing dan kasiat yang berbeda-beda.

Upacara ritual ini sangat sacral dilakuakn karena dari selama kegiatan itu diadakan tidak boleh rebut atau rusuh contoh salah satunya adalah terjadi keributan yang tidak diinginkan. Bila hal itu terjadi maka orang yang melanggar itu akan di adakan denda atau Utang adat . denda yang harus dibayar sesuai dengan tuntutan dari orang yang melakuakn upacara ritual itu,oleh karena itu upacara ini dianggap hal yang bersifat sacral.

Adapun bahan-bahan itu adalah :

  1. Telur ayam kampung dan darah ayam kampung yang melambangkan bahwa Darah adalan alat atau sarana untuk menebuskan sianak itu dari segala penyakitnya yang dideritanya,sedangkan Telur yang melambangkan bahwa sianak itu masih polos dan belum berdosa.
  2. Beras biasa/beras pulut/weah dite yang dibuat di dalam piring putih yang polos yang melambangkan sebuah imbalan atau upah bagi orang yang memberikan doa kepada sianak itu,selain dari itu ada juga gula merah,kelapa dan uang sebesar 3 Real atau bula di rupiahkan sebanding dengan Rp 30.000 uang sekarang.
  3. Setelh selesai do’a oleh seorang Belian / Wadian seorang anak itu dibawa dikeluarkan dari dalam rumah dan diserahkan kepada ibu yang lain dari luar rumah dan dibawa kembali kedalam rumah. Hal ini melambangkan bahwa ibu yang menyambut anak itu dari luar dan membawanya kedalam rumah adalah pelindung dari sianak itu.

Inilah acara ritual itarukasai yang turun temurun dilaksanakan oleh masyarakat Suku Dayak Maanyan dari Nansarunai sampai dengan sekarang masih dihidupkan dalam Masyarakat Sku Dayak Maanyan karena dianggap mempunyai nilai positif. Nansarunai yakni suatu nama Daerah tertua dari suku Dayak Maanyan yang dalam kedaan jayanya kata ini mempunyai arti aman,tentram dan damai sejahtera.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

Refleksi menenai Itaruk Kasai / Tampung Tawar dalam kaitannya dengan Liturgy inisiasi yang berkaitan dengan Pembaptisan atau permandian dalam agam Katolik.

Itaruk Kasai / Tampung Tawar adalah sebuah adat istiadat yang dihayati hingga sekarang dalam budaya Dayak Maanyan. Itaruk Kasai / Tampung Tawar yang menciri khaskan pada air sebagai perantara atau media yang digunakan untuk memperbaharui, menyembuhkan,dan sebagai lambang yang menandakan bahwa seorang anak yang baru lahir itu telah diterima didalam suatu masyarakat tersebut.

Itulah alasan saya mengambil budaya ini sebagai bahan perbandingan dengan Pembaptisan atau permandian dalam agama katolik. Bila didalam agama katolik pada saat pebaptisan ada syarat yang harus dipenuhi dan salah satunya adala seorang wali baptis yang mendampinginya hingga ia dewasa selain dari orang tuanya sendiri yang bertangggung jawab untuk perkembangan imannya di kemudian hari. Pembaptisan dalam agama katolik dilakukan dengan menumpahkan air yang sudah diberkati ke wajah si anak dengan mengucapapkan suatu kata yang menjadi pusat dari pembaptisan itu yakni “ Aku membaptis engkau dalam nama Bapa,Putera dan Roh Kudus” . dengan diungkapkannya kata itu pada saat air di tumpahkan ke wajah sianak maka seorang anak itu telah resmi menjadi anggota gereja. Hal ini sama halnya ketika didalam acara Itaruk Kasai / Tampung Tawar ketika seorang anak itu diperciki dengan air keseluruh tubuhnya menggunakan daun yang hidup dan yang kering,sambil mengucapkan doa kepada anak itu maka pada saat itu seorang anak itu telahresmi menjadi anggota didalah rumah atau masyarakat itu.

Seorang anak yang baru saja diperciki dengan air dan didoakan,maka ada dia dibawa keluar rumah untuk diserahkan kepada seorang salah satu ibu yang sudah siap(biasanya sudah dipersiapkan sebelumnya),kemudian anak itu diserahkan kembali kepada ibu yang melahirkan dia. Dalam hal ini melambangkan bahwa seorang ibu yang menerima anak itu yang dari luar menjadi pelindung dan pendamping hidupnya didalam perkembangan imannya. Buan berarti orang tuanya lalu lepas tangan dengan hal itu,namun orang tua juga menjadi yang utama dalam proses perkembangan imannya. Hal ini dilakukan agar amnak itu berkembang dengan yang didambakan oleh orang tua dan keluarganya. Hal ini sebanding atau hampir sama seperti permandian atau pembaptisan dalam agama katolik yang juga melibatkan wali baptis sebagai pelindung atau pendamping perkembangan iman dari sorang anak itu.

Harapan yang diharapkan oleh orang tua dan keliuarga dari anak yang sudah Itaruk Kasai / Tampung Tawar itu sangat besar agar kelak ia menjadi seorang anak yang . Dengan demikian seorang anak itu secara otomatis mempunyai tanggung jawab dan kewajiban didalam keluarganya. Sama halnya ketika ia sudah dibaptis dalam ritus agama katolik ia juga mempunyai tanggung jawab,hak dan kewajiban untuk keluarganya,namun bukan hanya itu yang difokuskan dlalam agama katolik. Mengingat bahwa untuk mengembangkan imannya ia juga mempunya tanggung jawab,hak dan kewajiban untuk perkembangan Gereja yang ia imani.

Dalam surat-suratnya St.Paulus mengungkapkan bahwa “ Berdosalah aku ketika aku sudah dibaptis namun tidak mewartakan injil”. Ungkapan ini mengungkapkan bahwa ia bukan hanya mempunyai hak untuk mengimanu Tuhan namu ia juga mempunyai tanggung jawab dan kewaajudan untuk menerukan atau mewartakan sabda Tuhan itu.

Itulsh yang menjadi pusat perhatian saya didalam mengngkat paper ini,walaupun disana mempunyai perbedaan didalam ritusyan namun ia mempunyai sau tujuan yang sama yakni Keselamatan yang datang dari yang maha kuasa yang menempati dan berkuasa di alam Nirwana yang selalu melindungi dan menuntun umatnya untuk senantiasa mengarah kepada jalan kebenaran.

Adat dan Budaya yang merupakan yang tertua dan yang pertama dalam sejarah hidup manusia sebelum lahirnya agama. Manusia yang pertama yang selalu hidup dalam kelompok ( Homo Socius) yang dihidupkan hingga sekarang karena pada hakekatnya memang seperti itu halnya bahwa manusia itu tidak bisa berkembang atu hidup sendiri namun ia membutuhkan orang lain dalam hidupnya.

Dosa asal yang dihapus oleh sang Mesias untuk menjadi manusia baru didalam kristus menjadi patokan iman katolik. Namun dalam kehiduan China yang dilambangkan dengan logo sebuah Naga yang melingkar bulat yang membuat pemisahan antara terang dan gelap atau hitam dan putih yang disebut dengan Ying dan Yang. Hal ini menjadi refleksi yang sangat besar yakni bahwa dalam kehidupan manusia itu walau “ segelap apapun kehidupannya namun ia mempunyai niai yang menerangan,sebaliknya walau pun seterang apapun hidup seseorang itu pasti ia mempunyai masa kegelapan didalam hidupnya”.

Itaruk Kasai / Tampung Tawar dan Pembaptisan / Permandian adalah sebuah alat dan sarana yang diberikan oleh Sang Maha Kuasa sebagai sebuah perantara untuk memperbaharui sekaligus menjadi lambing bahwa seorang yang sudah dibaptis sudah diterima dan menjadi satu warga atau komunitas didalam masyarakat dan Gereja.

Agama katolik yang menjunjung tinggi nilai kebudayaan dan kini mencoba menginkulturasikan budaya daerah itu didalam gereja. Selama budaya itu mempunyai nilai yang positif bagi agama katolik,dengan tanpa menghilangkan nilai dari budaya itu sendiri.

Sekian refleksi saya mengenai hubungan antara Itaruk Kasai / Tampung Tawar dengan Pembaptisan / Permandian dalam agama katolik. Saya refleksikan sesuai dengan pengetahuan yang saya dapatkan dari Penghulu adat tuliskan dan ceritakan kepada saya,saya mengetahui bahwa paper ini masih jauh dari sempura khususnya dari segi sastra bahasanya,yankni susunan kalimat atau penempatan katanya. Oleh karena itu,dengan ini memacu saya untuk semakin mendalami budaya-budaya yang masih dihayati oeh masyarakat dan mempunyai nilai yang positif sebagai alat atau sarana pewartaan demi perkembangan Gereja kedepannya. Sehinggan dngan ini mampu membuat masyarakat atau umat semakin menghayai iman katoliknya yang menjadi pedoman bagi kehidupan.[1]

 

BAB IV

PENUTUP

 

Saran dan kritik :

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas penyertaan dan bimbingan selama penyusunan paper ini. Kami menyadari bahwa paper ini masih sangat jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi terciptanya paper yang sempurna.

Semoga makalah ini menjadi bahan acuan bagi kita semua dalam menggali wawasan dibidang kebudayaan khususnya budaya dari Dayak Maanyan salah satuya yang berkaitan dengan Pembaptisan / Permandian,dalam mata kuliah Liturgi Inisiasi.

 

 

 

[1] [1] Bahan paper ini berasal dari hasil wawancara dengan Penghulu Desa Dayu di rumahnya pada tanggal 8 April 2012 yakni dengan Bapa Kurdiman.NY.

 

 

 

[1] [1] Bahan paper ini berasal dari hasil wawancara dengan Penghulu Desa Dayu di rumahnya pada tanggal 8 April 2012 yakni dengan Bapa Kurdiman.NY.

 

Standar

Natas Banyang Dalam Adat Dayak Ma’anyan

BAB I

PENDAHULUAN

 

  • Latar belakang

Mengingat dewasa ini ada banyak kalangan muda yang belum memahami dan menghayati sebagaimana mestinya akan adat dan budaya khususnya budaya dari Dayak Maanyan. Kebudayaan salah satunya Natas banyang yang sering dipakai dalam acara pernikahan,namun rasa cinta akan kebudayyan itu i belum tumbuh dihati masyarakat sehingga tidak mustahil umat kadang umat merasa hal itu haya sebagai bahan hiburan saja,namun sebenarnya mempunyai nilai yang cukup besar.

Bila kebudayaan itu benar-benar dihayati dan di hidupkan dalam suatu masyarakat maka budaya Natas Banyang akan terjaga dengan baik dan tidak mungkin punah. Oleh karena itu saya mengangkat kembai budaya ini sebagai judul Paper Antropologi,sehingga dengan ini dapat membantu pihak lain betapa pentingnya budaya itu dipelihara selama itu masih mempunyai nilai yang positif dalam masyarakat itu.

  • Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

  1. Apa itu sakramen Natas Banyangi ?
  2. Dari manakah asal usul Natas Banyang itu ?
    • Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan tentang Natas Banyang ini adalah sebagai berikut :

  1. Bagi penulis : menambah pengalaman,wawasan dan pemahaman akan budaya dayak Maanyan tentang Natas Banyang
  2. Bagi pembaca : menjadi bahan acuan,dan pengetahuan dasar akan budaya dayak Maanyan tentang Natas Banyang.
    • Manfaat penulisan
  3. Bagi pembaca untuk menambah pengetahuan,wawasan akan kebudaaan tentang Natas Banyang.
  4. Bagi penulis sebagai pengalaman yang berharga,menambah wawasan dan pemahaman akan kebudayaan tentang Natas Banyang.

 

 

 

 

 

 

BAB   II

KAJIAN TEORI

 

  • Latar belakang di lakukannya Natas Banyang

Asal usul Natas Banyang ini terjadi zaman Nansarunai yakni suatu nama tertua dari suku Dayak Maanyan yang dalam kedaan jayanya kata ini mempunyai arti aman,tentram dan damai sejahtera.

Selain dari itu jika tamu datang dari luar daerah yang dianggap kedatangannya mempunyai maksud baik maka suku dayak Maanyan merasa perlu mengadakan upacara Natas Banyang agar tamu yang datang itu bisa diterima oleh warga masyarakat di daerah itu,selain dari itu juga sebagai lambing bahwa tamu itu sudah diterima dalam masyarakat,sehingga tidak ada kecurigaan lagi dalam masyarakat itu.

Kebiasaan ini bukan hanya dilakukan dalam masyarakat Dayak Maanyan namun dalam budaya masyarakat lain juga dilakukan namun sebutan dan ritusnya serta syaratnya sedikit berbeda misalnya dalam budaya masyarakat Dayak Ngaju yakni Tampung Tawar, dalam budaya dayak Dusun yakni Netek Hompong dan masih banyak lagi dari kebudayaan yang lain.

  • Pengertian Natas Banyang

Natas Banyang adalah suatu kebudayaan dayak Maanyan yang seringkali digunakan pada acara pernikahan yang dilakukan secara meriah atau besar-besaran. Natas Banyang yang banyak digunakan pada acara pernikahan itu adalah sebuah Nasar / Hajat dari orang tua yang menikahkan anaknya. Selain dari itu adanya suatu kesepakatan dari kedua belah piahak yakni antara calon mempelai pria dan wanita.

Natas Banyang yang dilakukan ini mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi agar bisa diselenggarakan dan mempunyai tahap-tahap dalam pelaksanaannya. Mislnya Lubang Skepeng yang disediakan didepan rumah yang dipasang tebu atau tali untuk menghalanginya yang disebut dengan Banyang,kemudian ada buah yang digantung pada lubang skepeng banyang itu yang disebut dengan wua banyang /buah banyang,dilengkapi dengan minuman Tuak / baram serta masih banyak lagi yang lainnya

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

 

  1. Bahan – bahan yang perlu disediakan dalam upacara Natas Banyang
    • Tiang dua yang diikat seperti pintu gerbang dan kiri kanan atas dihias dengan daun kelapa muda yang disebut dengan luwang skepeng/lubang skepeng untuk tiang banyang serta buah-buahan yang digantung dipagar atas tiang banyang yang disebut dengan wua banyang / buah banyang. Selain dari itu pada tiang banyang yang dipasang didepan rumah untuk menyambut tamu yang datang mempelai pria) ini biasanya dipasang tulisan Selamat Panalu / Selamat Datang.
    • Tuak / Baram dan Gelas yang disediakan untuk bersulang antar kaum adat yang berperan didalamnya ,selain dari itu juga sebagai lambing suatu ungkapan kebahagiaan dan bukan untuk bahan mabuk-mabukan.

Tuak / Baram yang diminum ini adalah hasil buatan secara tradisional yakni salah satunya adalah dari beras ketan dan tidak ada campuran dengan alcohol.

  • Piring persembahan yang dibuat dengan beras sedikit,pahat lapis,katam untuk memahat bangunan kayu,kunyit dan arang (dalam bahasa maanyan areng ).

Semua persembahan ini bukan hanya sekedar bahan pelengkap yang disdiakan namun mempunya tujuan yang sangt mendasar khususnya bagi masyarakat Dayak yakni untuk menghormati dan dipersembahkan kepada para arwah nenek moyang yang telah meninggal lebih dulu dilingkungan keluarga kedua belah pihak atau kedua mempelai yang akan dinikahkan itu.

  • Sesanggan atau piring besar yang berwarna kuning emas yang diisi dengan beras ketan dan beras biasa yang dilengkapi dengan gula merah ,kelap bulat yang sudah tua dan kulitnya yang sudah dibuang dan uang sebagai bayaran kepada kepala hukum adat yakni 3 reah / 3 repo atau jika dirupiahkan sekarang menjadi Rp. 5.000 , sehingga pada sesanggan itu berisi beras dan uang tambahan menjadi Rp. 30.000.
  • Pada pintu masuk pertama atau pada tiang Banyang disediakan satu benang ,kain dan batang tebu yang dipasang untuk menghalangi pintu masuk tersebut.

Maksud dari dibentangnya benang da tebu yang diikat pada tiang banyang itu yakni untuk sebuah kesepakatan yang diadakan antara kedua belah pihak tersebut,misalnya benang yang dibentang itu dipotong oleh pihak mempelai pria dan batang tebu tiu dipotong oleh mempelai wanita.

Alat yang digunakan untuk memotong benang ( banyang dari pihak pria) itu yakni gunting atau pisau sedangkan untuk memotong Tebu (banyang dari pihak wanita) itu yakni dengan menggunakan Mandau.

  1. Tujuan dari diadakannya Natas Banyang ini yakni banyang pada upacara pernikahan adalah sebuah nasar / Hajat dari kedua belah pihak yang melakukannya bahwa mempelai yang dinikahkan itu bisa menjadi keluarga yang rukun,bahagia,setia sehidup semati dan bisa menjadi kebanggaan orang tua dan keluarga.
  2. Yang berperan dalam upacara Natas Banyang

Yang berperan didalamnya ,yakni :

  1. Penghulu adat / kepala adat yang memang mengetahui tata cara/ritus dan bahasa atau sastra adat yang berkaitan dengan Tanya jawab dengan penuh kebanggaan.
  2. Mantir atau pemipin natas banyang serta tokoh adat Dayak Maanyan lainnya.
  3. Haruskah Natas Banyang itu dilakukan dalam setiap upacara pernikahan ?

Natas Banyang itu tidak harus dilakukan pada setiap upacara pernikahan,karena Natas Banyang itu dilakukanapabila ada Nasar / Hajat dari orang yang yang mengadakan itu.

Selain dari itu kalau pernikahan dengan cara yang dimulai dari :

  1. Bisikurik
  2. Peminangan,dan
  3. Pelaksanaan pernikahan

Biasanya bila acara pernikahan itu secara sangat meriah atau secara besar-besaran ketika siangnya diadakan dengan acara Natas Banyang maka malamnya dilanjutkan dengan acara iwurung jue ( tahap mencari penganten wanita) dan biasanya Wurung jue / burung jue ini dilakukan sampai 5 kali yakni yang kelimanya adalah mempelai wanita. Kemudian setelah mempelai wanita itu telah disandingkan dengan mempelai pria maka acara itu dilanjutkan dengan acar Wadian bulat / Belian Bulat serta mendirikan Gunung Perak,yakni phon kayu yang pendek yang didirikan didepan kedua mempelai dan diranting kayu-kayu itu dipasang uang kertas sebagai buahnya entah itu 2 dan paling tinggi nilainya Rp. 10.000.

Stelah selesai diadakannya upacra itu maka dilanjutkan dengan pemenuhan hokum adat yang sering disebut dengan pemenuhan hukum adat atau Turus Tajak yakni memberikan amanah atau pesan-pesan untuk berumah tangga kepada kedua mempelai dengan ditandai uang yang mereka berikan sebagain tanda kebahagiaan mereka dukungan kepada kedua mempelai dngan harapan kedua mempelai itu mampu mengarungi kehidupan berumah tangga,dan bisa menjadi keluarga yang bahagia,dan bisa menjadi cermin yang baik bagi keluarga yang lain.[1]

 

Bahan paper ini berasal dari hasil wawancara dengan Penghulu Desa Dayu di rumahnya pada tanggal 8 April 2012 yakni dengan Bapa Kurdiman.NY.

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

Saran dan kritik :

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas penyertaan dan bimbingan selama penyusunan makalah kebudayaan Natas Banyang ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi terciptanya makalah yang sempurna.

Semoga makalah ini menjadi bahan acuan bagi kita semua dalam menggali wawasan dibidang kebudayaan khususnya budaya dari Dayak Maanyan yang berkaitan dengan Natas Banyang.

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

 

 

[1] Bahan paper ini berasal dari hasil wawancara dengan Penghulu Desa Dayu di rumahnya pada tanggal 8 April 2012 yakni dengan Bapa Kurdiman.NY.

BAB I

PENDAHULUAN

 

  • Latar belakang

Mengingat dewasa ini ada banyak kalangan muda yang belum memahami dan menghayati sebagaimana mestinya akan adat dan budaya khususnya budaya dari Dayak Maanyan. Kebudayaan salah satunya Natas banyang yang sering dipakai dalam acara pernikahan,namun rasa cinta akan kebudayyan itu i belum tumbuh dihati masyarakat sehingga tidak mustahil umat kadang umat merasa hal itu haya sebagai bahan hiburan saja,namun sebenarnya mempunyai nilai yang cukup besar.

Bila kebudayaan itu benar-benar dihayati dan di hidupkan dalam suatu masyarakat maka budaya Natas Banyang akan terjaga dengan baik dan tidak mungkin punah. Oleh karena itu saya mengangkat kembai budaya ini sebagai judul Paper Antropologi,sehingga dengan ini dapat membantu pihak lain betapa pentingnya budaya itu dipelihara selama itu masih mempunyai nilai yang positif dalam masyarakat itu.

  • Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

  1. Apa itu sakramen Natas Banyangi ?
  2. Dari manakah asal usul Natas Banyang itu ?
    • Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan tentang Natas Banyang ini adalah sebagai berikut :

  1. Bagi penulis : menambah pengalaman,wawasan dan pemahaman akan budaya dayak Maanyan tentang Natas Banyang
  2. Bagi pembaca : menjadi bahan acuan,dan pengetahuan dasar akan budaya dayak Maanyan tentang Natas Banyang.
    • Manfaat penulisan
  3. Bagi pembaca untuk menambah pengetahuan,wawasan akan kebudaaan tentang Natas Banyang.
  4. Bagi penulis sebagai pengalaman yang berharga,menambah wawasan dan pemahaman akan kebudayaan tentang Natas Banyang.

 

 

 

 

 

 

BAB   II

KAJIAN TEORI

 

  • Latar belakang di lakukannya Natas Banyang

Asal usul Natas Banyang ini terjadi zaman Nansarunai yakni suatu nama tertua dari suku Dayak Maanyan yang dalam kedaan jayanya kata ini mempunyai arti aman,tentram dan damai sejahtera.

Selain dari itu jika tamu datang dari luar daerah yang dianggap kedatangannya mempunyai maksud baik maka suku dayak Maanyan merasa perlu mengadakan upacara Natas Banyang agar tamu yang datang itu bisa diterima oleh warga masyarakat di daerah itu,selain dari itu juga sebagai lambing bahwa tamu itu sudah diterima dalam masyarakat,sehingga tidak ada kecurigaan lagi dalam masyarakat itu.

Kebiasaan ini bukan hanya dilakukan dalam masyarakat Dayak Maanyan namun dalam budaya masyarakat lain juga dilakukan namun sebutan dan ritusnya serta syaratnya sedikit berbeda misalnya dalam budaya masyarakat Dayak Ngaju yakni Tampung Tawar, dalam budaya dayak Dusun yakni Netek Hompong dan masih banyak lagi dari kebudayaan yang lain.

  • Pengertian Natas Banyang

Natas Banyang adalah suatu kebudayaan dayak Maanyan yang seringkali digunakan pada acara pernikahan yang dilakukan secara meriah atau besar-besaran. Natas Banyang yang banyak digunakan pada acara pernikahan itu adalah sebuah Nasar / Hajat dari orang tua yang menikahkan anaknya. Selain dari itu adanya suatu kesepakatan dari kedua belah piahak yakni antara calon mempelai pria dan wanita.

Natas Banyang yang dilakukan ini mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi agar bisa diselenggarakan dan mempunyai tahap-tahap dalam pelaksanaannya. Mislnya Lubang Skepeng yang disediakan didepan rumah yang dipasang tebu atau tali untuk menghalanginya yang disebut dengan Banyang,kemudian ada buah yang digantung pada lubang skepeng banyang itu yang disebut dengan wua banyang /buah banyang,dilengkapi dengan minuman Tuak / baram serta masih banyak lagi yang lainnya

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

 

  1. Bahan – bahan yang perlu disediakan dalam upacara Natas Banyang
    • Tiang dua yang diikat seperti pintu gerbang dan kiri kanan atas dihias dengan daun kelapa muda yang disebut dengan luwang skepeng/lubang skepeng untuk tiang banyang serta buah-buahan yang digantung dipagar atas tiang banyang yang disebut dengan wua banyang / buah banyang. Selain dari itu pada tiang banyang yang dipasang didepan rumah untuk menyambut tamu yang datang mempelai pria) ini biasanya dipasang tulisan Selamat Panalu / Selamat Datang.
    • Tuak / Baram dan Gelas yang disediakan untuk bersulang antar kaum adat yang berperan didalamnya ,selain dari itu juga sebagai lambing suatu ungkapan kebahagiaan dan bukan untuk bahan mabuk-mabukan.

Tuak / Baram yang diminum ini adalah hasil buatan secara tradisional yakni salah satunya adalah dari beras ketan dan tidak ada campuran dengan alcohol.

  • Piring persembahan yang dibuat dengan beras sedikit,pahat lapis,katam untuk memahat bangunan kayu,kunyit dan arang (dalam bahasa maanyan areng ).

Semua persembahan ini bukan hanya sekedar bahan pelengkap yang disdiakan namun mempunya tujuan yang sangt mendasar khususnya bagi masyarakat Dayak yakni untuk menghormati dan dipersembahkan kepada para arwah nenek moyang yang telah meninggal lebih dulu dilingkungan keluarga kedua belah pihak atau kedua mempelai yang akan dinikahkan itu.

  • Sesanggan atau piring besar yang berwarna kuning emas yang diisi dengan beras ketan dan beras biasa yang dilengkapi dengan gula merah ,kelap bulat yang sudah tua dan kulitnya yang sudah dibuang dan uang sebagai bayaran kepada kepala hukum adat yakni 3 reah / 3 repo atau jika dirupiahkan sekarang menjadi Rp. 5.000 , sehingga pada sesanggan itu berisi beras dan uang tambahan menjadi Rp. 30.000.
  • Pada pintu masuk pertama atau pada tiang Banyang disediakan satu benang ,kain dan batang tebu yang dipasang untuk menghalangi pintu masuk tersebut.

Maksud dari dibentangnya benang da tebu yang diikat pada tiang banyang itu yakni untuk sebuah kesepakatan yang diadakan antara kedua belah pihak tersebut,misalnya benang yang dibentang itu dipotong oleh pihak mempelai pria dan batang tebu tiu dipotong oleh mempelai wanita.

Alat yang digunakan untuk memotong benang ( banyang dari pihak pria) itu yakni gunting atau pisau sedangkan untuk memotong Tebu (banyang dari pihak wanita) itu yakni dengan menggunakan Mandau.

  1. Tujuan dari diadakannya Natas Banyang ini yakni banyang pada upacara pernikahan adalah sebuah nasar / Hajat dari kedua belah pihak yang melakukannya bahwa mempelai yang dinikahkan itu bisa menjadi keluarga yang rukun,bahagia,setia sehidup semati dan bisa menjadi kebanggaan orang tua dan keluarga.
  2. Yang berperan dalam upacara Natas Banyang

Yang berperan didalamnya ,yakni :

  1. Penghulu adat / kepala adat yang memang mengetahui tata cara/ritus dan bahasa atau sastra adat yang berkaitan dengan Tanya jawab dengan penuh kebanggaan.
  2. Mantir atau pemipin natas banyang serta tokoh adat Dayak Maanyan lainnya.
  3. Haruskah Natas Banyang itu dilakukan dalam setiap upacara pernikahan ?

Natas Banyang itu tidak harus dilakukan pada setiap upacara pernikahan,karena Natas Banyang itu dilakukanapabila ada Nasar / Hajat dari orang yang yang mengadakan itu.

Selain dari itu kalau pernikahan dengan cara yang dimulai dari :

  1. Bisikurik
  2. Peminangan,dan
  3. Pelaksanaan pernikahan

Biasanya bila acara pernikahan itu secara sangat meriah atau secara besar-besaran ketika siangnya diadakan dengan acara Natas Banyang maka malamnya dilanjutkan dengan acara iwurung jue ( tahap mencari penganten wanita) dan biasanya Wurung jue / burung jue ini dilakukan sampai 5 kali yakni yang kelimanya adalah mempelai wanita. Kemudian setelah mempelai wanita itu telah disandingkan dengan mempelai pria maka acara itu dilanjutkan dengan acar Wadian bulat / Belian Bulat serta mendirikan Gunung Perak,yakni phon kayu yang pendek yang didirikan didepan kedua mempelai dan diranting kayu-kayu itu dipasang uang kertas sebagai buahnya entah itu 2 dan paling tinggi nilainya Rp. 10.000.

Stelah selesai diadakannya upacra itu maka dilanjutkan dengan pemenuhan hokum adat yang sering disebut dengan pemenuhan hukum adat atau Turus Tajak yakni memberikan amanah atau pesan-pesan untuk berumah tangga kepada kedua mempelai dengan ditandai uang yang mereka berikan sebagain tanda kebahagiaan mereka dukungan kepada kedua mempelai dngan harapan kedua mempelai itu mampu mengarungi kehidupan berumah tangga,dan bisa menjadi keluarga yang bahagia,dan bisa menjadi cermin yang baik bagi keluarga yang lain.[1]

 

Bahan paper ini berasal dari hasil wawancara dengan Penghulu Desa Dayu di rumahnya pada tanggal 8 April 2012 yakni dengan Bapa Kurdiman.NY.

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

Saran dan kritik :

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas penyertaan dan bimbingan selama penyusunan makalah kebudayaan Natas Banyang ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi terciptanya makalah yang sempurna.

Semoga makalah ini menjadi bahan acuan bagi kita semua dalam menggali wawasan dibidang kebudayaan khususnya budaya dari Dayak Maanyan yang berkaitan dengan Natas Banyang.

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

 

 

[1] Bahan paper ini berasal dari hasil wawancara dengan Penghulu Desa Dayu di rumahnya pada tanggal 8 April 2012 yakni dengan Bapa Kurdiman.NY.

BAB I

PENDAHULUAN

 

  • Latar belakang

Mengingat dewasa ini ada banyak kalangan muda yang belum memahami dan menghayati sebagaimana mestinya akan adat dan budaya khususnya budaya dari Dayak Maanyan. Kebudayaan salah satunya Natas banyang yang sering dipakai dalam acara pernikahan,namun rasa cinta akan kebudayyan itu i belum tumbuh dihati masyarakat sehingga tidak mustahil umat kadang umat merasa hal itu haya sebagai bahan hiburan saja,namun sebenarnya mempunyai nilai yang cukup besar.

Bila kebudayaan itu benar-benar dihayati dan di hidupkan dalam suatu masyarakat maka budaya Natas Banyang akan terjaga dengan baik dan tidak mungkin punah. Oleh karena itu saya mengangkat kembai budaya ini sebagai judul Paper Antropologi,sehingga dengan ini dapat membantu pihak lain betapa pentingnya budaya itu dipelihara selama itu masih mempunyai nilai yang positif dalam masyarakat itu.

  • Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

  1. Apa itu sakramen Natas Banyangi ?
  2. Dari manakah asal usul Natas Banyang itu ?
    • Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan tentang Natas Banyang ini adalah sebagai berikut :

  1. Bagi penulis : menambah pengalaman,wawasan dan pemahaman akan budaya dayak Maanyan tentang Natas Banyang
  2. Bagi pembaca : menjadi bahan acuan,dan pengetahuan dasar akan budaya dayak Maanyan tentang Natas Banyang.
    • Manfaat penulisan
  3. Bagi pembaca untuk menambah pengetahuan,wawasan akan kebudaaan tentang Natas Banyang.
  4. Bagi penulis sebagai pengalaman yang berharga,menambah wawasan dan pemahaman akan kebudayaan tentang Natas Banyang.

 

 

 

 

 

 

BAB   II

KAJIAN TEORI

 

  • Latar belakang di lakukannya Natas Banyang

Asal usul Natas Banyang ini terjadi zaman Nansarunai yakni suatu nama tertua dari suku Dayak Maanyan yang dalam kedaan jayanya kata ini mempunyai arti aman,tentram dan damai sejahtera.

Selain dari itu jika tamu datang dari luar daerah yang dianggap kedatangannya mempunyai maksud baik maka suku dayak Maanyan merasa perlu mengadakan upacara Natas Banyang agar tamu yang datang itu bisa diterima oleh warga masyarakat di daerah itu,selain dari itu juga sebagai lambing bahwa tamu itu sudah diterima dalam masyarakat,sehingga tidak ada kecurigaan lagi dalam masyarakat itu.

Kebiasaan ini bukan hanya dilakukan dalam masyarakat Dayak Maanyan namun dalam budaya masyarakat lain juga dilakukan namun sebutan dan ritusnya serta syaratnya sedikit berbeda misalnya dalam budaya masyarakat Dayak Ngaju yakni Tampung Tawar, dalam budaya dayak Dusun yakni Netek Hompong dan masih banyak lagi dari kebudayaan yang lain.

  • Pengertian Natas Banyang

Natas Banyang adalah suatu kebudayaan dayak Maanyan yang seringkali digunakan pada acara pernikahan yang dilakukan secara meriah atau besar-besaran. Natas Banyang yang banyak digunakan pada acara pernikahan itu adalah sebuah Nasar / Hajat dari orang tua yang menikahkan anaknya. Selain dari itu adanya suatu kesepakatan dari kedua belah piahak yakni antara calon mempelai pria dan wanita.

Natas Banyang yang dilakukan ini mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi agar bisa diselenggarakan dan mempunyai tahap-tahap dalam pelaksanaannya. Mislnya Lubang Skepeng yang disediakan didepan rumah yang dipasang tebu atau tali untuk menghalanginya yang disebut dengan Banyang,kemudian ada buah yang digantung pada lubang skepeng banyang itu yang disebut dengan wua banyang /buah banyang,dilengkapi dengan minuman Tuak / baram serta masih banyak lagi yang lainnya

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

 

  1. Bahan – bahan yang perlu disediakan dalam upacara Natas Banyang
    • Tiang dua yang diikat seperti pintu gerbang dan kiri kanan atas dihias dengan daun kelapa muda yang disebut dengan luwang skepeng/lubang skepeng untuk tiang banyang serta buah-buahan yang digantung dipagar atas tiang banyang yang disebut dengan wua banyang / buah banyang. Selain dari itu pada tiang banyang yang dipasang didepan rumah untuk menyambut tamu yang datang mempelai pria) ini biasanya dipasang tulisan Selamat Panalu / Selamat Datang.
    • Tuak / Baram dan Gelas yang disediakan untuk bersulang antar kaum adat yang berperan didalamnya ,selain dari itu juga sebagai lambing suatu ungkapan kebahagiaan dan bukan untuk bahan mabuk-mabukan.

Tuak / Baram yang diminum ini adalah hasil buatan secara tradisional yakni salah satunya adalah dari beras ketan dan tidak ada campuran dengan alcohol.

  • Piring persembahan yang dibuat dengan beras sedikit,pahat lapis,katam untuk memahat bangunan kayu,kunyit dan arang (dalam bahasa maanyan areng ).

Semua persembahan ini bukan hanya sekedar bahan pelengkap yang disdiakan namun mempunya tujuan yang sangt mendasar khususnya bagi masyarakat Dayak yakni untuk menghormati dan dipersembahkan kepada para arwah nenek moyang yang telah meninggal lebih dulu dilingkungan keluarga kedua belah pihak atau kedua mempelai yang akan dinikahkan itu.

  • Sesanggan atau piring besar yang berwarna kuning emas yang diisi dengan beras ketan dan beras biasa yang dilengkapi dengan gula merah ,kelap bulat yang sudah tua dan kulitnya yang sudah dibuang dan uang sebagai bayaran kepada kepala hukum adat yakni 3 reah / 3 repo atau jika dirupiahkan sekarang menjadi Rp. 5.000 , sehingga pada sesanggan itu berisi beras dan uang tambahan menjadi Rp. 30.000.
  • Pada pintu masuk pertama atau pada tiang Banyang disediakan satu benang ,kain dan batang tebu yang dipasang untuk menghalangi pintu masuk tersebut.

Maksud dari dibentangnya benang da tebu yang diikat pada tiang banyang itu yakni untuk sebuah kesepakatan yang diadakan antara kedua belah pihak tersebut,misalnya benang yang dibentang itu dipotong oleh pihak mempelai pria dan batang tebu tiu dipotong oleh mempelai wanita.

Alat yang digunakan untuk memotong benang ( banyang dari pihak pria) itu yakni gunting atau pisau sedangkan untuk memotong Tebu (banyang dari pihak wanita) itu yakni dengan menggunakan Mandau.

  1. Tujuan dari diadakannya Natas Banyang ini yakni banyang pada upacara pernikahan adalah sebuah nasar / Hajat dari kedua belah pihak yang melakukannya bahwa mempelai yang dinikahkan itu bisa menjadi keluarga yang rukun,bahagia,setia sehidup semati dan bisa menjadi kebanggaan orang tua dan keluarga.
  2. Yang berperan dalam upacara Natas Banyang

Yang berperan didalamnya ,yakni :

  1. Penghulu adat / kepala adat yang memang mengetahui tata cara/ritus dan bahasa atau sastra adat yang berkaitan dengan Tanya jawab dengan penuh kebanggaan.
  2. Mantir atau pemipin natas banyang serta tokoh adat Dayak Maanyan lainnya.
  3. Haruskah Natas Banyang itu dilakukan dalam setiap upacara pernikahan ?

Natas Banyang itu tidak harus dilakukan pada setiap upacara pernikahan,karena Natas Banyang itu dilakukanapabila ada Nasar / Hajat dari orang yang yang mengadakan itu.

Selain dari itu kalau pernikahan dengan cara yang dimulai dari :

  1. Bisikurik
  2. Peminangan,dan
  3. Pelaksanaan pernikahan

Biasanya bila acara pernikahan itu secara sangat meriah atau secara besar-besaran ketika siangnya diadakan dengan acara Natas Banyang maka malamnya dilanjutkan dengan acara iwurung jue ( tahap mencari penganten wanita) dan biasanya Wurung jue / burung jue ini dilakukan sampai 5 kali yakni yang kelimanya adalah mempelai wanita. Kemudian setelah mempelai wanita itu telah disandingkan dengan mempelai pria maka acara itu dilanjutkan dengan acar Wadian bulat / Belian Bulat serta mendirikan Gunung Perak,yakni phon kayu yang pendek yang didirikan didepan kedua mempelai dan diranting kayu-kayu itu dipasang uang kertas sebagai buahnya entah itu 2 dan paling tinggi nilainya Rp. 10.000.

Stelah selesai diadakannya upacra itu maka dilanjutkan dengan pemenuhan hokum adat yang sering disebut dengan pemenuhan hukum adat atau Turus Tajak yakni memberikan amanah atau pesan-pesan untuk berumah tangga kepada kedua mempelai dengan ditandai uang yang mereka berikan sebagain tanda kebahagiaan mereka dukungan kepada kedua mempelai dngan harapan kedua mempelai itu mampu mengarungi kehidupan berumah tangga,dan bisa menjadi keluarga yang bahagia,dan bisa menjadi cermin yang baik bagi keluarga yang lain.[1]

 

Bahan paper ini berasal dari hasil wawancara dengan Penghulu Desa Dayu di rumahnya pada tanggal 8 April 2012 yakni dengan Bapa Kurdiman.NY.

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

Saran dan kritik :

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas penyertaan dan bimbingan selama penyusunan makalah kebudayaan Natas Banyang ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi terciptanya makalah yang sempurna.

Semoga makalah ini menjadi bahan acuan bagi kita semua dalam menggali wawasan dibidang kebudayaan khususnya budaya dari Dayak Maanyan yang berkaitan dengan Natas Banyang.

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

 

 

[1] Bahan paper ini berasal dari hasil wawancara dengan Penghulu Desa Dayu di rumahnya pada tanggal 8 April 2012 yakni dengan Bapa Kurdiman.NY.

Standar

HUKUM-HUKUM ADAT YANG MASIH BERLAKU DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT DAYAK MA’ANYAN

MAKALAH

HUKUM-HUKUM ADAT YANG MASIH BERLAKU DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT DAYAK MA’ANYAN

Tugas Matakuliah Moral kebenaran,Kehormatan dan Kesetiaan

 

 

 

Disusun oleh:

Doni Setiawan

Eri Susanti

Pitriani

Nura Hartami

Roberto

Yunitanti Nuris

 

 

 

 

SEKOLAH TINGGI ILMU PASTORAL Tahasak Danum Pambelum”

KEUSKUPAN PALANGKA RAYA

Tahun Ajaran 2011/2012

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya lah penulis bisa menyelesaikan paper HUKUM-HUKUM ADAT YANG MASIH BERLAKU DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT DAYAK MA’ANYAN” ini.

Dalam penulisan paper ini tentulah penulis tidak lepas dari kesulitan, kesulitan itu tentunya karena keterbatasan pengetahuan penulis juga karena terbatasnya bahan. Penulis menyadari paper ini jauh dari sempurna,karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar penulisan paper berikutnya dapat lebih baik lagi.

Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut membantu selesainya penulisan paper ini. Semoga paper ini berguna bagi pembaca

 

 

 

Palangka raya,september 2011

Penulis

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di zaman sekarang pelanggaran-pelanggaran moral dipandang sebagai suatu hal yang biasa dilakukan. Nilai moral dan sopan santun sudah mulai pudar. Hal itu nampak dari banyaknya perilaku-perilaku buruk dan kebiasaan-kebiasaan buruk yang tumbuh subur dalam masyarakat yang terjadi belakangan ini. Moral dan sopan santun dianggap tidak penting lagi, dianggap kuno dan dipandang sebagai suatu hal yang sepele, hanya sekedar hal-hal biasa dan tak berpengaruh bila dilanggar.

Sebenarnya bagi kita manusia nilai moral dan sopan santun itu begitu di junjung tinggi.. Moral dan sopan santun adalah hal yang sangat murni karena hal itulah yang bisa menunjukan bahwa manusia itu “sungguh-sungguh manusia”. Nilai moral dan sopan santun itu sudah dijunjung tinggi semenjak zaman nenek moyang dahulu, semua hukum-hukum dan aturan-aturan tersusun rapi menjadi suatu budaya dan hukum adat.

Demikianlah penulisan paper ini didasari latarbelakang itu maka penulis tertarik untuk melihat berbagai adat istiadat yang mengatur nilai moral dan sopan santun itu. Dan disini penulis menyoroti adat istiadat dari salah satu suku yaitu suku dayak Ma’anyan.

Penulis mengambil topik ini dan memilih dayak Ma’anyan sebagai salah satu contoh karena penulis ingin pembaca tahu dan mengenal adat istiadat tentang nilai moral dan sopan santun dalam hidup suku dayak Ma’anyan.

1.2 Metode Penulisan

            Metode penulisan yang digunakan penulis dalam penulisan paper “HUKUM-HUKUM ADAT YANG MASIH BERLAKU DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT DAYAK MA’ANYAN” yaitu metode Tinjauan Pustaka.

1.3 Tujuan Penulisan

            Adapun beberapa tujuan penulisan paper ini yaitu:

  1. Memenuhi tugas mata kuliah Moral kebenaran, Kehormatan Dan Kesetiaan.
  2. Sebagai bahan pemahaman tentang adat istiadat tentang nilai moral dan sopan santun suku dayak Ma’anyan.

1.4 Batasan Masalah

            Agar pembahasan tidak meluas maka penulis merasa perlu adanya pembatasan masalah, pembatasannya yaitu hanya melihat dan membahas tentang hukum adat suku dayak Ma’anyan.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

  • Pengertian adat istiadat, moral, dan sopan santun.

Adat istiadat adalah sebuah hukum atau norma tak tertulis didalam suatu masyarakat dengan tujuan adalah agar mengatur kehidupan seseorang mengarah kehal yang positif. Dengan kata lain adat istiadat itu adalah sebuah tradisi lisan yang diwariskan dari nenek moyang ke generasi yang sekarang. Namun adat istiadat itu tak selamanya atau tak selalu benar, karena tak sesuai dengan keadaan zaman modern ini.

Moral yang merupakan puncak kepribadian seseorang, karena moral itu yang menentukan orang itu baik atau tidaknya. Biasanya orang yang mempunyai moral yang baik ia akan dihargai dan dihormati banyak orang. Begitu juga sebaliknya jika seseorang itu tidak mempunyai moral yang baik maka dengan otomatisnyaa orang itu akan tidak dihargai oleh orang-orang.

Sopan santun lebih mengarah kepada kepribadian seseorang, contohnya menghormati orang lebih tua, jongkok saat berjalan atau melewati depan orang tua yang sedang berbicara. Contoh ini dapat kita lihat sebagai cermin atau contoh sopan santun di dalam bermasyarakat dan dalam pergaulan dengan sesama.

 

 

 

  • Beberapa adat istiadat ( aturan hukum adat ) yang masih berlaku di dalam hidup masyarakat dayak Ma’anyan

Sihala adalah suatu adat dayak Ma’anyan yang berfungsi mengatur kehidupan seseorang di dalam pergaulan di tengah masyarakat. Contohnya : Jika ada dua orang pasangan muda-mudi yang belum terikat hubungan suami isteri sedang berduaan ditempat gelap dan sepi maka akan dikenakan SIHALA. Mereka akan dibawa ke balai desa dan dikawinkan secara adat disana. Jika ada dua orang muda –mudi yang belum terikat hubungan suami isteri tertangkap (ketahuan ) melakukan seks , maka akan di bawa ke balai desa dikenakan sihala dengan diarak keliling kampung tanpa memakai pakaian (telanjang ). Dengan dikawinkan dan diarak keliling kampung mereka membayar tercemarnya nama baik kampung tersebut, juga supaya kedua pasangan tersebut sadar bahwa mereka telah menjatuhkan harga diri mereka di hadapan masyakat, dan hal itu juga menjadi contoh bagi masyarakat lain supaya tidak berlaku seperti itu.

  • Bayar ampang (bayar hutang hamil diluar nikah).

Bayar ampang adalah suatu adat yang berlaku di dalam suatu masyarakat yang mengatur relasi atau hubungan dengan orang lain, di mana hubungan itu harus baik dan tidak dicemari oleh perbuatan kotor. Contohnya : Jika seorang wanita hamil diluar nikah tetapi saat itu sudah ketahuan siapa  laki-laki yang menghamili dia , maka mereka berdua diberi hukuman adat dan  diupacarai agar aib mereka yang juga sudah menjadi aib kampung bisa di hapus , kemudian setelah upacara penebusan aib sudah selesai barulah mereka dikawinkan secara adat. Biasanya wanita –wanita yang masih belum bersuami dilarang keras menghadiri pesta perkawinan adat tersebut.

 

  • Palas ampang.

Palas ampang adalah suatu adat yang mengatur kehidupan seseorang didalam menjalani relasi dengan sesama di dalam hubungan dengan masyarakat, dan Supaya wanita itu masih diterima tinggal di kampung tersebut. Contohnya : Jika seorang wanita hamil diluar nikah tetapi saat itu tidak diketahui siapa laki – laki yang menghamilinya , maka wanita itu akan dibawa ke balai desa dan diberi hukuman adat kemudian diupacarai dan dikawinkan dengan sepasang lengkap pakaian laki – laki. Wanita – wanita yang belum bersuami dilarang keras untuk menghadiri upacara adat ini.

  • Utang (hutang).

Utang adalah salah satu adat dayak Ma’anyan yang mengatur pola tingkah laku atau relasi dengan orang lain di dalam suatu masyarakat. Contohnya : Jika seseorang menyebarkan berita tentang orang lain kepada orang banyak dan orang yang dibicarakannya menuntut karena tidak terima akan berita itu , dan kemudian terbukti bahwa berita itu bohong, maka orang yang menyebarkan berita akan dikenai utang dengan membayar denda kepada kepala adat untuk menebus kesalahannya yang telah mencemarkan nama orang lain.

  • Tungu(denda).

Tungu merupakan adat dayak Ma’anyan yang tetap dipakai sampai saat ini karena mempunyai pengaruh yang positif bagi masyarakat yang mana adat ini mengatur kehidupan seseorang di dalam menjalin relasi dengan sesama di dalam suatu masyarakat. Tungu ini dapat digunakan didalam berbagai adat jika orang lain salah satunya adalah dalam hal perkawinan atau pernikahan. Contohnya : Jika seorang laki-laki yang sudah mempunyai isteri tetapi kemudian dia hendak menikah lagi maka dia akan dikenakan tungu yaitu denda adat untuk menebus perbuatannya itu.

  • Dana (denda)

Dan’a berarti denda yaitu hukuman yang diberikan jika seseorang melanggar hukum adat yang berlaku dan berbuat hal-hal yang tidak lazim dilakukan, misalnya menuba disungai umum milik desa, mencuri alat-alat adat , mengganggu isteri orang lain, mencelakai orang lain sampai mengeluarkan darah, menghina aturan –aturan adat, mengucapkan kata-kata kasar terhadap orang lain yang tidak semestinya diucapkan (hinaan).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

KESIMPULAN

Aturan – aturan ini merupakan suatu adat turun-temurun yang sudah menjadi budaya khas suku dayak Ma’anyan. Aturan – aturan ini bertujuan untuk mengatur hidup masyarakat agar terhindar dari berbagai macam perselisihan dan juga untuk menghindari pencemaran martabat suku dayak Ma’anyan.

Dengan berkembangnya zaman dan dengan masuknya agama katolik ke Kalimantan dan menjangkau suku dayak Ma’anyan maka adat itu disesuaikan dengan hukum gereja. Nilai baik dari aturan – aturan yang baik diambil dan    nilai – nilai yang kurang baiknya dihilangkan maka dari banyak aturan hanya ada beberapa saja seperti di atas adalah sebagian kecil aturan – aturan yang masih dipertahankan.

Aturan – aturan adat istiadat suku dayak Ma’anyan ini dipertahankan hingga sekarang karena sudah disempurnakan dan aturan- aturannya tidak bertentangan dengan norma agama hanya memang ada beberapa yang masih walaupun tidak sesuai tapi dengan alasan tertentu masih dipertahankan.

Upacara adat ini menjadi pengatur dan ciri khas dari suku dayak Ma’anyan pada umumnya.

 

 

Standar

 SEJARAH GEREJA MULA-MULA

SEJARAH GEREJA MULA-MULA

A. LATAR BELAKANG

Sebelum Yesus naik ke surga, Ia memberikan perintah kepada para murid-Nya untuk pergi ke Yerusalem dan menunggu di sana sampai Roh Kudus dicurahkan ke atas mereka. Dengan kuasa yang diberikan Roh Kudus itu Yesus berjanji akan memperlengkapi murid-murid-Nya untuk menjadi saksi-saksi, bukan hanya di Yerusalem tapi juga di ke ujung-ujung bumi (Kis. 1:1-11). Janji itu digenapi oleh Kristus dan perintah itu ditaati oleh murid-murid-Nya.

B. PERMULAAN GEREJA

Kata “gereja” atau “jemaat” dalam bahasa Yunani adalah ekklesia; dari kata kaleo, artinya “aku memanggil/memerintahkan”. Secara umum ekklesia diartikan sebagai perkumpulan orang-orang. Tetapi dalam konteks Perjanjian Baru kata ini mengandung arti khusus, yaitu pertemuan orang-orang Kristen sebagai jemaat untuk menyembah kepada Kristus.

Amanat Agung yang diberikan Kristus sebelum kenaikan ke surga (Mat. 28:19-20) betul-betul dengan setia dijalankan oleh murid-murid-Nya. Sebagai hasilnya lahirlah gereja/jemaat baru baik di Yerusalem, Yudea, Samaria dan juga di perbagai tempat di dunia (ujung-ujung dunia).

1. Gereja Di Palestina

a. Gereja pertama lahir di Yerusalem (Kis. 1:8)
b. Petrus dan beberapa murid-murid Tuhan Yesus yang lain membawa Injil ke Yudea (Kis. ps. 1-7).
c. Filipus dan murid-murid yang lain pergi ke Samaria dan sekitarnya (ps. 8).

2. Gereja di luar Palestina

a. Petrus membawa Injil ke Roma.
b. Paulus ke Asia Kecil dan Eropa (Kis. ps. 10-28).
c. Apolos ke Mesir (Kis. ps. 18).
d. Filipus ke Etiopia (Kis. ps. 8).
e. Sebelum tahun 100 M, Injil sudah tersebar ke Siria, Persia, Afrika (Kis. 9).
f. Lalu ke ujung-ujung bumi (Siria, Persia, Gaul, Afrika Utara, Asia & Eropa).

C. PERTUMBUHAN DAN TANTANGAN

Gereja/jemaat yang baru berdiri mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Kuasa Roh Kudus sangat nyata hadir di tengah jemaat. Namun demikian tantangan dan kesulitan juga mewarnai pertumbuhan jemaat mula-mula itu. Tapi luar biasa, justru karena keadaan yang sulit itu gereja semakin berkembang.

1. Agama Negara

Kaisar Agustus mempunyai kekuasaan yang sangat besar. Salah satu peraturan yang muncul pada masa pemerintahannya adalah menyembah kepada Kaisar sebagai dewa mereka, walaupun mereka masih diijinkan melakukan penyembahan kepada dewa-dewa/kepercayaan asal mereka sendiri.

Namun demikian ada kekecualian untuk orang-orang Yahudi yang mempunyai agama Yudaisme yang menjunjung tinggi monotheisme, mereka tidak diharuskan untuk menyembah kepada Kaisar. Hal ini terjadi karena mereka takut kalau orang Yahudi memberontak.

Kehadiran agama Kristen saat itu, pada mulanya dianggap sebagai salah satu sekte agama Yudaisme, itu sebabnya orang-orang Kristen pertama tidak diharuskan untuk menyembah kepada Kaisar. Tetapi setelah orang- orang Yahudi secara terbuka memusuhi orang Kristen (puncak peristiwa penyalipan Kristus) barulah pemerintah Romawi melihat kekristenan tidak lagi sebagai sekte Yudaisme tetapi agama baru. Sejak saat itu keharusan menyembah kepada Kaisar pun akhirnya diberlakukan untuk orang-orang Kristen. Kepada mereka yang tidak patuh pada peraturan ini mendapat hukuman dan penganiayaan yang sangat berat.

2. Penganiayaan terhadap orang Kristen.
Salah satu bukti kesetiaan orang Kristen kepada Kristus ditunjukkan dengan secara setia menjalankan pengajaran Alkitab dan menolak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Alkitab. Karena sebab itulah orang-orang Kristen sering harus membayar harga yang mahal demi kepercayaan mereka kepada Kristus, antara lain adalah dengan penganiayaan.

Beberapa penyebab penganiayaan:
a. Karena orang Kristen menolak untuk menyembah Kaisar.
b. Karena orang Kristen dituduh melakukan hal-hal yang menentang kemanusiaan, mis. menolak menjadi tentara, mengajarkan tentang kehancuran dunia, membiarkan perpecahan keluarga, dll.
c. Karena orang Kristen dituduh mempraktekkan immoralitas dan kanibalisme, misalnya melakukan cium kudus, bermabuk-mabukan, dosa inses, makan darah dan daging manusia.

3. Hasil dari penganiayaan.

Memang ada banyak orang Kristen yang mati dalam penganiayaan dan pembunuhan, namun demikian jumlah orang Kristen tidak semakin berkurang malah semakin bertambah banyak.
a. Orang Kristen semakin berani. Sekalipun dianiaya mereka tetap mempertahankan iman mereka (mis. Surat Petrus).
b. Kekristenan semakin menyebar keluar dari Yerusalem, yaitu ke daerah-daerah sekitarnya, dan ke seluruh dunia.
c. Orang-orang Kristen semakin memberi pengaruh dalam kehidupan masyarakat, sehingga mereka betu-betul menjadi saksi yang hidup.

Disalin dari :
http://www.pesta.org/tbiblika

 

 

LAHIRNYA JEMAAT KRISTEN

Sewaktu mereka berkumpul di balik pintu terkunci di Yerusalem pada hari-hari pertama setelah kebangkitan Yesus, para murid mengetahui bahwa lebih mudah berbicara tentang mengubah dunia daripada pergi keluar dan melakukannya. Tetapi tidak lama kemudian, sesuatu terjadi yang bukan hanya mengubah jalan pikiran mereka, tetapi yang juga memberanikan mereka untuk menyampaikan iman mereka dengan cara yang menggoncangkan seluruh dunia Romawi.

Hanya lima puluh hari setelah kematian Yesus, Petrus berdiri di depan suatu kerumunan orang banyak di Yerusalem, dan dengan berani menyatakan kerajaan Allah telah datang, dan Yesuslah Raja dan Mesiasnya. Pada waktu itu Yerusalem penuh dengan peziarah-peziarah yang datang dari seluruh penjuru kekaisaran Roma untuk merayakan Pesta Pentakosta – dan ketika Petrus berbicara, mereka tidak hanya mengerti pemberitaannya tetapi juga, dalam jumlah yang luar biasa besarnya, memberikan respons terhadapnya. Ketika Petrus menyatakan mereka harus menjadi murid-murid Yesus dengan bertobat dari dosa dan menerima hidup baru yang diberikan Allah, tiga ribu orang menerima seruannya dan menyerahkan diri mereka kepada Yesus (Kis. 2:14-42).

Apa yang sesungguhnya telah terjadi sehingga murid-murid Yesus mengalami transformasi dalam hidup mereka? Jawabannya terdapat dalam pembukaan pidato Petrus. Sebab ketika ia berdiri dan berbicara kepada orang banyak itu, Petrus mengingatkan mereka tentang suatu nats Perjanjian Lama yang menggambarkan bahwa datangnya abad baru adalah masa di mana Roh Allah akan bekerja dengan cara baru dalam hidup orang-orang. Sewaktu nabi-nabi Perjanjian Lama memandang ke masa depan, beberapa dari mereka menyadari bahwa masalah manusia tidak pernah akan selesai hingga suatu hubungan baru dijalin antara manusia dan Allah. Dosa dan ketidaktaatan manusia telah mengakibatkan kekacauan, tetapi dalam abad baru Allah tidak hanya menuntut ketaatan – Ia akan memberi mereka kekuatan moral yang baru dan kemampuan untuk menjadi manusia seperti yang dimaksudkan Allah (Yer. 31:31-34). Dalam nubuat Yoel (2:28-32), kekuatan baru untuk hidup ini dihubungkan dengan pemberian Roh Allah – dan Petrus mengambil perikop tersebut sebagai natsnya, serta menyatakan nats tersebut sedang dipenuhi dalam pengalaman murid-murid Yesus. Melalui kematian dan kebangkitan Yesus, orang-orang sekarang dapat mempunyai hubungan baru dengan Allah sendiri. Dari pengalamannya sendiri, Petrus tahu bahwa hal itu benar.

Bagi Petrus dan murid-murid lainnya, hari itu sama seperti hari-hari sebelumnya. Tetapi ketika mereka menghadapi tugas yang begitu besar dan yang tidak mungkin dilaksanakan – yang dipercayakan Yesus kepada mereka, tanpa disangka-sangka suatu kuasa yang memberi hidup masuk ke dalam kehidupan mereka. Kuasa itu merupakan suatu dinamika moral dan spiritual yang memperlengkapi para murid supaya memberi kesaksian tentang iman yang baru. Kuasa itu adalah kuasa Roh Kudus dan akan menjadikan mereka seperti Yesus. Tidaklah mudah menggambarkan dalam kata-kata apa yang mereka alami. Tetapi sebagai akibatnya, kepercayaan mereka yang ragu-ragu dan tidak pasti kepada Yesus dan janji-janji-Nya secara luar biasa diteguhkan. Sejak saat itu dan seterusnya, mereka yakin janji-janji Allah dalam Perjanjian Lama dipenuhi dalam hidup mereka sendiri – dan mereka sangat yakin bahwa Yesus yang hidup ada dan hadir bersama mereka secara unik. Jemaat telah lahir.

Seluruh kehidupan para murid mengalami perombakan sedemikian rupa, sehingga tidak diperlukan argumen lain untuk meyakinkan mereka bahwa pengalaman mereka sehari-hari merupakan akibat langsung dari kuasa dan kehadiran Yesus di dalam hidup mereka. Petrus, Yohanes dan yang lain- lainnya memiliki kuasa guna melakukan tindakan-tindakap hebat dalam nama Yesus (Kis. 2:43; 3:1-10) – dan tentunya Petrus diberikan kemampuan secara tak disangka-sangka untuk berbicara dengan kuasa kepada orang banyak yang berkumpul di Yerusalem.

Sebagai akibat semuanya ini, para rasul dan orang-orang Kristen baru begitu dikuasai oleh cinta-kasih kepada Yesus yang hidup dan kerinduan untuk melayani-Nya, sehingga kebutuhan-kebutuhan kehidupan sehari-hari terlupakan. Orang-orang Kristen selalu “bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa” (Kis. 2:42). Mereka malahan menjual harta mereka dan mengumpulkan hasil penjualan sehingga mereka dapat hidup sebagai suatu persekutuan sejati dari pengikut-pengikut Yesus. Mencari uang bukan lagi merupakan haI yang terpenting dalam hidup. Satu-satunya hal yang penting adalah memuji Allah, dan membawa berita yang-mengubah hidup kepada orang-orang lain (Kis. 2:44,47; 4:32,35).

Jemaat bertumbuh.

Pada hari-hari pertama kehidupan jemaat di Yerusalem, persahabatan terbuka dan gaya hidup sederhana dalam jemaat purba pasti terlihat sebagai menyingsingnya suatu zaman yang baru. Tetapi tidak perlu waktu lama sebelum persoalan-persoalan lain yang lebih rumit muncul, untuk memperingatkan Petrus dan lain-lainnya bahwa kerajaan Allah belum tiba dalam segala kepenuhannya. Persekutuan yang baru tergalang merupakan bukti bahwa umat baru sudah ada. Tetapi seturut berlalunya waktu, ketegangan antara masa sekarang dan masa depan yang begitu fundamental dalam pengajaran Yesus mempunyai dampak yang mengganggu kelanjutan hidup persekutuan kristen yang sedang berkembang. Selama masa hidup Yesus, gerakan mesianik baru yang dibangun-Nya itu pada umumnya hanyalah merupakan bidat setempat dalam agama Yahudi Palestina. Semua murid merupakan orang Yahudi. Walaupun logika pemberitaan dan teladan perilaku Yesus sendiri menunjukkan bahwa orang-orang bukan-Yahudi tidak dikecualikan dari keanggotaan persekutuan, hubungan orang-orang Yahudi dan bukan-Yahudi tidaklah merupakan persoalan besar pada waktu itu. Orang-orang bukan-Yahudi yang bertemu dengan Yesus adalah pribadi-pribadi tersendiri (Mrk. 7:24-30; Luk. 7:1-10). Jumlah mereka tidak besar, dan bagaimanapun juga banyak dari mereka mungkin sekali menghadiri upacara-upacara agama di sinagoge, meskipun mereka belum memeluk agama Yahudi.

Tetapi tidak lama kemudian, para pengikut Yesus dipaksa untuk mencurahkan perhatian besar terhadap seluruh persoalan hubungan antara orang-orang percaya Yahudi dan bukan-Yahudi. Walaupun mereka tidak menyadarinya, peristiwa-peristiwa pada hari Pentakosta yang direkam pada bagian Kisah Para Rasul merupakan suatu peristiwa yang menentukan dalam kehidupan jemaat muda usia itu (Kis. 2). Sebab ketika banyak di Petrus berdiri dan menerangkan ajaran Kristen kepada orang kosmolitan, Yerusalem, ia berhadapan dengan sidang pendengar yang terdiri dari “orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit” (Kis. 2:5). Tentu saja mereka semua menaruh perhatian terhadap agama Yahudi, kalau tidak mereka tidak akan mengadakan perjalanan ke Yerusalem guna menghadiri perayaan keagamaan. Tetapi tidak semua orang bukan-Yahudi di antara mereka sudah menjadi penganut penuh agama Yahudi yang menerima seluruh hukum Yahudi – sedangkan mereka yang berasal dari keluarga Yahudi pun diberbagai tempat dari kekaisaran Roma, mempunyai latar belakang dan pandangan yang agak berlainan dengan orang Yahudi yang dilahirkan dan dibesarkan di Palestina sendiri. Mayoritas dari orang banyak yang mendengar khotbah Petrus pada hari Pentakosta mungkin sekali merupakan orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani, yang telah berziarah ke Yerusalem dalam rangka pesta agama Yahudi yang besar itu. Banyak dari mereka yang baru untuk pertama kalinya mengunjungi Yerusalem. Walaupun tempat tinggal mereka sangat jauh, mereka selalu menggandrungi Yerusalem serta Bait Allah. Yang merupakan tempat suci pusat agama mereka, sama halnya bagi orang Yahudi yang tinggal di Palestina. Petrus dan murid-murid lainnya tidak ragu-ragu bahwa kabar baik tentang Yesus harus disampaikan juga kepada orang-orang tersebut. Memang, banyak persamaan di antara mereka. Para murid sendiri merupakan pendukung setia dari upacara-upacara ibadah di sinagoge. Mereka juga memelihara pesta-pesta agama Yahudi Yang besar, dan kadang-kadang mereka malahan berkhotbah di pelataran Bait Allah (Kis. 3:1-16). Hal ini merupakan sesuatu yang Yesus sendiri tidak dapat lakukan tanpa kekhawatiran akan akibat-akibatnya, dan walaupun Petrus dan Yohanes kemudian ditangkap dan dituduh di hadapan mahkamah agama Yahudi, mereka segera dibebaskan, dan satu-satunya pembatasan yang dikenakan ke atas mereka adalah supaya “sama sekali jangan berbicara atau mengajar lagi dalam nama Yesus” (Kis. 4:18). Terlepas dari iman mereka kepada Yesus yang terasa aneh, tindak-tanduk mereka pada umumnya dapat diterima oleh para penguasa Yahudi.

Sumber :
John Drane, Memahami Perjanjian Baru, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1996, Halaman : 256 – 259

 

 

GEREJA DI ANTIOKHIA

Kota Antiokhia dibangun oleh Seleukus Nicator dalam tahun 300 Sm. Di bawah pemerintahan raja-raja Seleuk yang pertama ia berkembang dengan pesat. Pada mulanya kota ini sepenuhnya dihuni oleh orang-orang Yunani, namun kemudian orang-orang Siria menetap di luar tembok kota dan akhirnya menyatu dengan kota sejalan dengan perkembangan kota itu. Unsur penduduk yang ketiga adalah orang-orang Yahudi, banyak di antaranya yang merupakan keturunan dari penghuni kota pertama yang didatangkan dari Babilon. Mereka mempunyai hak-hak yang sama dengan orang Yunani dan tetap menjalankan ibadat mereka di sinagoge-sinagoge. Di bawah pemerintahan Romawi, Antiokhia menjadi makmur. Karena merupakan pintu gerbang militer dan perniagaan ke Timur, ia menjadi kota yang terbesar setelah Roma dan Aleksandria.

Tahun berdirinya gereja di Antiokhia tidak dinyatakan dengan jelas. Nampaknya ia berdiri tidak lama setelah kematian Stefanus, mungkin sekitar tahun 33 hingga 40. Untuk mendapatkan ukuran dan reputasi yang cukup berarti hingga dapat menarik perhatian gereja di Yerusalem (11:22) tentu dibutuhkan beberapa waktu. Gereja di Yerusalem mengutus Barnabas untuk mengunjungi Antiokhia, di mana ia bekerja entah selama berapa lama, dan kemudian pergi ke Tarsus untuk meminta Paulus agar menjadi pembantunya (11:22-26). Mereka bekerja bersama-sama selama; sekurang-kurangnya satu tahun setelah itu (11:26) sebelum Agabus meramalkan bahaya kelaparan yang akan menimpa dunia “pada zaman Claudius” (11:28). Makna yang tersirat dalam ayat ini adalah bahwa; ramalan ini diberikan sebelum Claudius naik takhta pada tahun 41, dan bahwa bahaya kelaparan terjadi sesudah itu. Data kronologis lainnya diperoleh dari penyebutan tentang Herodes Agripa I (12:1), yang meninggal dunia pada tahun 44. Mungkin pelayanan di Antiokhia dimulai sekitar tahun 33 hingga 35. Bila dana bantuan kelaparan dikumpulkan sekitar tahun 44, Barnabas pasti telah mulai menjalin hubungannya dengan Antiokhia sekitar tahun 41, yang berarti bahwa Paulus mulai menjalankan tugasnya di sana pada tahun 42.

Meskipun kronologi ini tidak dapat dikatakan pasti, ia cukup sesuai dengan perkembangan kegiatan Paulus yang diketahui. Bila ia menjadi percaya dalam tahun 31 atau katakanlah 32, dan menghabiskan waktu tiga tahun di kawasan Damsyik (Galatia 1:18), ia akan tiba di Yerusalem sebelum tahun 35. Bila ia menghabiskan waktu selama satu atau dua tahun di Yerusalem sebelum kembali ke Tarsus (Kisah 9:28-30), maka ketika Bamabas datang untuk menyertainya dalam tugas barunya ia tentu sudah berkhotbah selama lima tahun di Tarsus dan Kilikia. Nampaknya ada suatu kesenjangan waktu yang cukup besar di sini, tetapi banyak kesenjangan lain dalam karangan Lukas mengenai perkara yang sama pentingnya hingga keadaan ini tidak menjadi sesuatu yang luar biasa.

Gereja di Antiokhia cukup penting, karena ia memiliki beberapa segi yang menonjol. Pertama, ia adalah induk dari gereja bagi bangsa-bangsa lain. Rumah di keluarga Kornelius tidak dapat disebut gereja dalam arti yang sama dengan kelompok umat di Antiokhia, karena ia adalah suatu kelompok keluarga pribadi bukan suatu jemaat umum. Dari gereja Antiokhia berangkatlah misi resmi yang pertama ke dunia yang belum tersentuh Injil. Di Antiokhia dimulailah perdebatan yang pertama tentang status umat Kristen dari bangsa-bangsa lain. Ia merupakan pusat tempat berkumpulnya para pemimpin gereja. Secara bergantian, Petrus, Barnabas, Titus, Yohanes Markus, Yudas Barsabas, Silas, dan bila naskah Barat benar, penulis dari buku ini sendiri, semuanya dihubungkan dengan gereja di Antiokhia. Patut untuk diperhatikan bahwa dapat dikatakan mereka semuanya terlibat dalam misi kepada bangsa-bangsa lain dan disebut-sebut dalam Surat Kiriman Paulus maupun di dalam Kisah Para Rasul.

Kitab-kitab Injil mungkin berasal dari Antiokhia. Kemungkinan hubungan di antara Markus dan Lukas maupun kenyataan pertemuan mereka di Roma barangkali dapat menjawab beberapa masalah yang sering diperdebatkan dalam masalah Sinoptis. Ignatius, uskup di Antiokhia pada akhir abad yang pertama, nampaknya nyaris hanya mengutip dari Matius, ketika ia berbicara mengenai Injil, seolah-olah Injil Matius adalah satu-satunya Injil Sinoptis yang diketahuinya. Streeter mempertahankan pendapatnya secara panjang lebar bahwa Injil Matius berasal dari Antiokhia, karena ia digunakan oleh Ignatius dan di dalam Didakhe (Ajaran Dua Belas Rasul, keduanya menurutnya adalah dokumen-dokumen orang Siria. Bila ketiga Injil Sinoptis menanamkan dasarnya pada suasana yang hidup dalam khotbah lisan gereja di Antiokhia, pelayanan firman mereka kepada dunia dapat dikatakan merupakan warisan dari gereja ini kepada bangsa-bangsa lain yang percaya dari masa yang lalu maupun masa sekarang.

Gereja di Antiokhia juga tersohor karena guru-gurunya. Di antara mereka yang disebut di dalam Kisah Para Rasul 13:1, hanya Barnabas dan Paulus yang baru dikenal dalam beberapa penyebutan belakangan, tetapi pelayanan mereka pasti telah membuat gereja ini terkenal sebagai pusat pengajaran. Jelas sekali bahwa Antiokhia telah mengalahkan Yerusalem sebagai pusat pengajaran Kristen dan sebagai markas misi penginjilan.

Mungkin perkembangan Antiokhia makin dipercepat oleh penindasan Herodes dalam tahun 44. Gereja di Yerusalem selalu dalam keadaan kekurangan dana, karena banyak anggota jemaat yang miskin yang harus selalu ditunjang oleh sumbangan-sumbangan. Bahaya kelaparan itu pasti makin melemahkan mereka, meskipun ada dana sumbangan dari Antiokhia (11:28-30). Penindasan di bawah Herodes mengakibatkan kematian Yakobus, anak Zebedeus (12:2), dan Petrus juga nyaris kehilangan nyawanya (12:17). Kisah selingan dalam 12:1-24 hanya memberikan gambaran sekilas tentang keadaan di Yerusalem, tetapi ia menunjukkan gereja yang tetap setia bertahan meskipun tekanan begitu berat, yang terus berusaha mempertahankan keberadaannya sampai saat yang terakhir.

Fakta yang paling kuat tentang gereja di Antiokhia adalah kesaksian ini. “Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen” (11:26). Sebelum itu orang-orang yang percaya kepada Kristus dianggap sebagai suatu sekte agama Yahudi, tetapi dengan masuknya bangsa-bangsa lain ke dalam kelompok mereka dan dengan makin berkembangnya sistem pengajaran yang sangat berbeda dengan hukum Musa, dunia mulai melihat perbedaan itu dan menyebut mereka dengan julukan yang lebih tepat. “Kristen” berarti “milik Kristus” seperti Herodian berarti “milik Herodes”. Mungkin nama ini dimaksudkan sebagai suatu ejekan, tetapi watak para Rasul dan kesaksian yang mereka sampaikan memberikan arti yang menyanjung.

MISI KEPADA BANGSA-BANGSA LAIN

Pada tahun 46 atau sekitarnya gereja di Antiokhia telah tumbuh menjadi suatu kelompok yang mantap dan aktif. Mereka memperdalam pengetahuannya tentang iman, reputasi mereka sudah tersohor di seluruh kota hingga mereka sudah dianggap sebagai suatu kelas tersendiri sebagai orang-orang Kristen, dan mereka mendukung suatu ekspedisi ke Yerusalem untuk menyampaikan sumbangan bagi mereka yang menderita karena kelaparan. Ketika mereka sedang menjalankan ibadah sebagaimana biasanya, datanglah panggilan untuk meng-“khususkan Barnabas dan Saulus” (13:2) untuk melakukan suatu tugas khusus. Untuk menaati perintah Roh Kudus, gereja mengkhususkan kedua orang ini untuk menjalankan tugas yang baru dan mengutus mereka untuk menjalankan misinya.

Siprus

Tujuan pertama dari kegiatan mereka adalah Siprus, tempat asal Barnabas (4:36). Mungkin gereja mempunyai beberapa kepentingan di sana, karena “orang Siprus” (11:20) termasuk di antara mereka yang pertama-tama mengabarkan Injil di Antiokhia. Barnabas dan Saulus, disertai Yohanes Markus sebagai pembantu mereka, mengunjungi sinagoge-sinagoge dan memberitakan kabar baru di sana. Ketika berselisih dengan Elimas yang berusaha membelokkan iman gubernur, Paulus tampil ke depan. Karena ia tahu akan ilmu-ilmu setan yang dianut Elimas, Paulus mengecamnya di muka umum, dan mengutuknya. Gubernur terpesona melihat hukuman yang segera jatuh pada Elimas, dan “percaya” (13:12).

Tidak ada catatan statistik tentang hasil penginjilan di Siprus, tetapi ada suatu perubahan penting yang terjadi. Dalam Kisah Para Rasul 13:2 kelompok mereka disebut “Barnabas dan Saulus,” yang menempatkan Barnabas pada posisi yang lebih menonjol sebagai penginjil yang lebih senior, dan menyebut Paulus dengan nama Yahudinya. Dalam Kisah Para Rasul 13:13 peristilahan yang dipakai berubah menjadi “Paulus dan kawan-kawannya,” dengan menggunakan nama Yunani Paulus. Dari titik inilah di kisah ini Paulus menjadi tokoh yang paling menonjol. Pelayanan di Siprus mengungkapkan bakat kepemimpinan Paulus dan menempatkannya sebagai pemimpin misi dengan suara bulat.

Dalam periode yang sama ada dua peristiwa lain yang terjadi. Paulus meninggalkan Siprus dan pindah ke Asia Kecil, dan Yohanes Markus mengundurkan diri dari kelompok mereka serta kembali ke Yerusalem. Bagi Paulus ini adalah awal dari proyek penginjilan sedunia untuk mewartakan Injil ke wilayah-wilayah yang belum terjamah. Markus nampaknya seolah-olah telah menyimpang secara tidak benar dari suatu program yang sudah ditetapkan. Apakah ia merasa iri hati karena saudaranya, Barnabas, yang didudukkan di tempat kedua, atau ia merasa takut memasuki wilayah yang liar di pedalaman Asia Kecil, atau ia mempunyai perbedaan prinsip dengan Paulus, tidak pernah diceritakan. Yang jelas ia tidak mau melanjutkan perjalanannya lebih lanjut dan kembali pulang.

Antiokhia di Pisidia

Khotbah Paulus di dalam sinagoge di Antiokhia di Pisidia, dikutip secara panjang lebar oleh Lukas (Kisah 13:16-43). Secara umum gaya pidatonya menyerupai gaya Stefanus, karena ia menggunakan cara pendekatan dengan mengulang kembali sejarah hubungan Allah dengan bangsa Israel. Tema utamanya diperkenalkan dalam ayat 23: “dari keturunannyalah sesuai dengan yang telah dijanjikannya, Allah telah membangkitkan Juruselamat bagi orang Israel, yaitu Yesus . . . ” Pengembangan tema ini tidak jauh menyimpang dari khotbah-khotbah apostolik yang telah dikutip dalam pasal-pasal Kisah Para Rasul terdahulu, tetapi ketika Paulus tiba pada puncak pidatonya ia mengemukakan suatu unsur yang baru:

Jadi ketahuilah, hai saudara-saudara, oleh karena Dialah maka diberitakan kepada kamu pengampunan dosa. Dan di dalam Dialah setiap orang yang percaya memperoleh pembebasan dari segala dosa, yang tidak dapat kamu peroleh dari hukum Musa (Kisah 13:38-39).

Meskipun Petrus telah memaklumkan kebangkitan dan pengampunan dari dosa melalui Kristus (2:32, 36, 38; 3:15, 19; 5:30-31; 10:40, 43), baru pertama kali itulah ada orang mengatakan dengan jelas bahwa setiap orang dapat dibenarkan di hadapan Allah hanya karena iman. Dibenarkan berarti dinyatakan benar, atau secara hukum dianggap benar. Jaminan akan keselamatan dapat diperoleh hanya dengan iman kepada . Allah, berarti hukum Taurat akan kehilangan artinya dan menjadi sia-sia.

Ini adalah suatu terobosan yang baru dan berani dalam kebenaran tentang Kristus.

Akibat dari pernyataan ini timbul dua macam reaksi. Di satu pihak ada tanggapan luar biasa atas pidato Paulus, karena “pada hari Sabat berikutnya datanglah hampir seluruh kota itu berkumpul untuk mendengar firman Allah” (13:44). Di lain pihak, orang-orang Yahudi yang menentang mereka penuh dengan perasaan dengki hingga merasa iri hati dan memfitnah (13:45). Akhirnya Paulus menyatakan bahwa ia akan berpaling kepada bangsa-bangsa lain, yang sebagian daripadanya sudah menjadi percaya (13:48). Maka gereja yang baru di Antiokhia di Pisidia tidak berpusat pada orang-orang Yahudi melainkan pada orang-orang bukan Yahudi.

Ikonium, Listra, dan Derbe

Keadaan yang sama terjadi di kota Ikonium, yang terletak agak ke sebelah tenggara dari Antiokhia. Jemaat Kristen yang subur dibangun di dalam sinagoge, tetapi pertentangan pendapat begitu hebat hingga para pengkhotbah diusir dari kota dan bersembunyi di kota-kota sekitarnya, yaitu Listra dan Derbe.

Di Listra Paulus menghadiri orang-orang yang memuja berhala. Imam dewa Zeus yang datang dari luar kota (14:13), ketika melihat bagaimana Paulus menyembuhkan orang lumpuh mengira bahwa Paulus dan Barnabas adalah dewa-dewa yang turun ke bumi, dan mencoba untuk mempersembahkan kurban bagi mereka. Protes keras Paulus terhadap kesalahan ini, menimbulkan gagasan baru bagi metode pendekatannya ke dalam alam pemikiran kafir, yang buta terhadap Perjanjian Lama. Ia dan Barnabas berbicara tentang Allah yang esa yang memberikan “hujan dari langit dan … musim-musim subur” (14:17), suatu titik pertemuan yang dapat diterima oleh para petani sederhana di kawasan itu apakah mereka mempunyai pengetahuan formal tentang teologi atau tidak.

Pelayanan mereka di Listra terputus oleh serangan mendadak dari orang-orang Yahudi yang memusuhi mereka dari Antiokhia di Pisidia dan Ikonium, yang membujuk orang-orang yang kurang berpengetahuan dan mudah terpengaruh itu bahwa Paulus adalah seorang tukang propaganda yang berbahaya. Ia dilempari batu dan diseret ke luar kota seperti orang mati, tetapi ia sadar kembali lalu meninggalkan kota itu menuju ke Derbe untuk mengajar di sana. Setelah menghimpun sejumlah orang percaya di kota itu, Paulus dan Barnabas menoleh kembali kepada jejak-jejak yang mereka tinggalkan, untuk memperkokoh dan membenahi gereja- gereja yang telah mereka bangun. Mereka kembali ke Antiokhia Siria untuk melaporkan apa-apa yang telah diperbuat Allah bersama mereka, dan menunjukkan bagaimana ” . . . ia telah membuka pintu bagi bangsa-bangsa lain kepada iman” (14:27).

Tidaklah berlebih-lebihan bila dikatakan bahwa laporan perjalanan ini sangat penting. Hal ini membawa Paulus ke garis depan sebagai seorang pemimpin gereja, dan menyejajarkannya dengan para rasul (band. Galatia 2:7-9). Ia juga memberikan andil bagi pendidikan Yohanes Markus, meskipun nampaknya ia sudah membuat suatu kegagalan besar. Hubungan awal dengan Timotius mungkin terjadi selama perjalanan ini, karena Paulus berbicara tentang pengalamannya di kawasan ini ketika ia menulis kepada Timotius bertahun-tahun sesudahnya (2Timotius 3:11). Di atas segalanya, ia menandai suatu tolok ukur baru di dalam pemikiran teologis gereja, karena dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam perjalanan ini lahirlah ajaran Paulus tentang pembenaran karena iman.

Sumber :
Merrill C. Tenney Survei Perjanjian Baru, Gandum Mas, Malang, 2000, Halaman : 110 – 116

Standar